Powered By Blogger

Minggu, 02 November 2014

Part 6 - Aspek Hukum Disk Forensik



Aspek Hukum Digital Forensic mengenai Teroris di Indonesia

Hukum pidana terorisme di Indonesia telah memiliki Undang-undang (UU) khusus yang mengatur terorisme sejak tahun 2002, namun hingga saat ini fenomena terorisme masih terus terjadi. Kehendak melakukan pengaturan terorisme sebagai suatu kejahatan (crimes of terrorism) di Indonesia masih belum menemukan titik temu terfokus. Artinya akan diletakkan sebagai intra-kodifikasi ataukah ekstra-kodifikasi. Di satu sisi, dalam Rancangan KUHP Nasional telah diatur pasal 302 dan pasal 303, tetapi pada sisi lainnya diupayakan suatu aturan ekstra kodifikasi di luar kerangka Hukum Pidana kita. Dalam kaitannya dengan intra-kodifikasi sebagai bentuk perumusan baru dalam Rancangan KUHP Nasional sebagaimana ditentukan di bawah ini :
            Pasal 302 berbunyi :
1.        Setiap orang yang menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap fasilitas umum dengan maksud menimbulkan suasana teror atau ketakutan yang besar dan mengadakan intimidasi pada masyarakat, dengan tujuan akhir melakukan perubahan dalam sistem politik yang berlaku, dipidana karena melakukan terorisme, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun.
2.        Jika perbuatan terorisme sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat 5 tahun.
3.        Jika perbuatan terorisme sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan matinya orang lain, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat 5 tahun.
            Pasal 303 berbunyi :
            Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan paling singkat 2 tahun, setiap orang yang:
a.        Menjadi anggota organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
b.        Di tempat umum mengenakan pakaian atau perlengkapan organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
c.         Meminta atau meminjam uang atau barang dari organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
d.        Memberikan atau meminjamkan uang atau barang kepada organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
e.         Menyembunyikan informasi tentang perbuatan terorisme.

Kesimpulan

            Adapun kesimpulan yang diterapkan dalam penulisan yang kelompok kami buat ini:
1.        Digital Forensik adalah suatu ilmu pengetahuan dan keahlian untuk mengidentifikasi, mengoleksi, menganalisa dan menguji bukti–bukti digital pada saat menangani sebuah kasus yang memerlukan penanganan dan identifikasi barang bukti digital.
2.        Dunia forensik IT di Indonesia merupakan hal yang baru dalam penanganan kasus hukum.
3.        Kegiatan forensik IT bertujuan untuk mengamankan bukti digital yang tersimpan. Dengan adanya bukti-bukti digital, suatu peristiwa dapat terungkap kebenarannya. Salah satu contoh kasusnya adalah isi laptop Noordin M. Top yang banyak memberikan kejelasan mengenai tindak terorisme diIndonesia.

Saran

            Adapun saran yang diterapkan dalam penulisan yang kelompok kami buat ini:
a.         Perlu adanya pemahaman tentang bagaimana beretika yang baik dan benar saat menggunakan barang-barang digital elektronik seperti laptop, camera digital, phone mobile, dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan barang-barang tersebut yang nantinya akan merugikan diri sendiri dan orang banyak.
b.        Bagi pemerintah, perlu membuat UU yang berkaitan tentang penyalagunaan barang-barang digital elektronik.
c.         Perlu dibentuknya suatu badan atau lembaga yang ahli dalam bidang digital forensik. 

Part 1: Bagus Satriyo
Part 2: Irena Herningtyas Irianti
Part 3: Junio Caesar Benovan
Part 4: Keysara Nurani
Part 5: Kurniawati Andari Putri
Part 6: Nur Aisyah Setyorini