Aspek Hukum Digital Forensic mengenai Teroris di
Indonesia
Hukum pidana
terorisme di Indonesia telah memiliki Undang-undang (UU) khusus yang mengatur
terorisme sejak tahun 2002, namun hingga saat ini fenomena terorisme masih
terus terjadi. Kehendak melakukan pengaturan terorisme sebagai suatu kejahatan (crimes
of terrorism) di Indonesia masih belum menemukan titik temu terfokus.
Artinya akan diletakkan sebagai intra-kodifikasi ataukah ekstra-kodifikasi. Di
satu sisi, dalam Rancangan KUHP Nasional telah diatur pasal 302 dan pasal 303,
tetapi pada sisi lainnya diupayakan suatu aturan ekstra kodifikasi di luar
kerangka Hukum Pidana kita. Dalam kaitannya dengan intra-kodifikasi sebagai
bentuk perumusan baru dalam Rancangan KUHP Nasional sebagaimana ditentukan di
bawah ini :
Pasal 302
berbunyi :
1.
Setiap orang yang menggunakan
kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap fasilitas umum dengan maksud
menimbulkan suasana teror atau ketakutan yang besar dan mengadakan intimidasi
pada masyarakat, dengan tujuan akhir melakukan perubahan dalam sistem politik
yang berlaku, dipidana karena melakukan terorisme, dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun.
2.
Jika perbuatan terorisme
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20
tahun dan paling singkat 5 tahun.
3.
Jika perbuatan terorisme
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain
dan mengakibatkan matinya orang lain, dipidana dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan paling
singkat 5 tahun.
Pasal 303
berbunyi :
Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan paling singkat 2 tahun, setiap orang yang:
a.
Menjadi anggota organisasi
yang bertujuan melakukan terorisme.
b.
Di tempat umum mengenakan
pakaian atau perlengkapan organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
c.
Meminta atau meminjam uang
atau barang dari organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
d.
Memberikan atau meminjamkan
uang atau barang kepada organisasi yang bertujuan melakukan terorisme.
e.
Menyembunyikan informasi
tentang perbuatan terorisme.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diterapkan dalam penulisan yang kelompok kami buat ini:
1.
Digital Forensik adalah suatu
ilmu pengetahuan dan keahlian untuk mengidentifikasi, mengoleksi, menganalisa
dan menguji bukti–bukti digital pada saat menangani sebuah kasus yang
memerlukan penanganan dan identifikasi barang bukti digital.
2.
Dunia forensik IT di Indonesia
merupakan hal yang baru dalam penanganan kasus hukum.
3.
Kegiatan forensik IT bertujuan
untuk mengamankan bukti digital yang tersimpan. Dengan adanya bukti-bukti
digital, suatu peristiwa dapat terungkap kebenarannya. Salah
satu contoh kasusnya adalah isi laptop Noordin M. Top yang banyak memberikan kejelasan
mengenai tindak terorisme diIndonesia.
Saran
Adapun saran
yang diterapkan dalam penulisan yang kelompok kami buat ini:
a.
Perlu adanya pemahaman tentang
bagaimana beretika yang baik dan benar saat menggunakan barang-barang digital
elektronik seperti laptop, camera digital, phone mobile, dan lain-lain. Untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan barang-barang tersebut yang nantinya akan
merugikan diri sendiri dan orang banyak.
b.
Bagi pemerintah, perlu membuat
UU yang berkaitan tentang penyalagunaan barang-barang digital elektronik.
c.
Perlu dibentuknya suatu badan
atau lembaga yang ahli dalam bidang digital forensik.
Part
1: Bagus Satriyo
Part
2: Irena Herningtyas Irianti
Part
3: Junio Caesar Benovan
Part
4: Keysara Nurani
Part
5: Kurniawati Andari Putri
Part
6: Nur Aisyah Setyorini